Kamis, 06 Maret 2014

KISAH ADIPATI KARNA

Karna, Kakak Pandawa | Ksatria dari Kurukshetra yang Terlupakan

Karna
Karna salah satu tokoh wayang favorit.hehe..Basukarna terlahir karena ulah Dewi Kunti yang main main dengan mantra Adityahredaya dari Dewa Surya. Mantra Adityahredaya ini bisa membuat siapapun yang membacanya hamil walau tanpa Ayah. Karna adalah salah satu karakter penting dalam kisah epik, Mahabharata.


 
Karna
Name: Karna
Nama Lain: Radheya, Basusena, Wresa, Sutaputra, Anggadipa, Suryaputra, Suryatmaja, Talidarma, Bismantaka
Kasta: Ksatria

Orang Tua: Dewa Surya dan Kunti
Pasangan: Vrushali, Supriya
Anak: Wrisasena, Sudaman, Shatrunjaya, Dwipata, Susena, Satyasea, Citrasena, Susarma dan Wrishaketu
Kediaman: Kerajaan Angga
Profesi: Archer
Karna, The Forgotten Child of Kurukshetra
Karna adalah salah satu karakter penting dalam kisah epik, Mahabharata. Dia merupakan salah satu karakter pewayangan paling kompleks. Banyak sekali orang yang memperdebatkan karakternya sebagai tokoh antagonis atau protagonis. Kesaktiannya begitu luar biasa, bahkan dikagumi oleh Resi Bhisma dan Sri Kresna. Kisah hidupnya yang penuh intrik sangat menarik untuk disimak.
 
Origins

Kisah berawal dari seorang gadis bernama Kunti yang ditugaskan oleh ayahnya untuk menjamu seorang resi bernama Durwasa. Sang resi meramalkan bahwa Kunti akan kesulitan mendapatkan anak suatu saat nanti. Karena kagum akan kebaikan dan ketulusan hati Kunti, Resi Durwasa memberikan sebuah mantra bernama Adityahredaya. Mantra tersebut berfungsi untuk memanggil dewa yang bersiap memberikan anak atau keturunan. Namun sang resi tidak menjelaskan secara detail tentang hal tersebut.

Suatu pagi karena merasa penasaran, Kunti mencoba mantra tersebut sambil menatap matahari terbit. Tiba-tiba Dewa Matahari Surya datang dihadapannya. Karena merasa bingung dan ketakutan, Kunti mengatakan bahwa dia hanya ingin mencoba mantra tersebut. Namun sang dewa menjelaskan bahwa Adityahredaya bukanlah hal yang dapat dipermainkan seenaknya. Dewa Surya memberikan sebuah janin di rahim Kunti yang suatu saat nanti akan memiliki kesaktian yang tinggi. Ketika melahirkan bayi tersebut, Dewa Surya membantu dalam persalinannya. Bayi tersebut terlihat sedikit berbeda dengan bayi pada umumnya karena dia memakai baju perang dan anting-anting. Setelah mengembalikan keperawanan Kunti, Surya kembali ke kahyangan.

Childhood and Education

Demi menjaga nama baik kerajaan, Kunti berniat membuang bayi yang diberi nama Karna tersebut. Dia meletakannya dalam sebuah keranjang dan dihanyutkan di Sungai Aswa hingga akhirnya ditemukan oleh kusir Raja Destrarasta yang bernama Adirata. Dia membawa pulang Karna ke rumahnya. Istrinya yang bernama Radha sangat bahagia dengan kedatangan bayi Karna. Dia memberikanya nama lain yaitu Wasusena. Karna juga dikenal dengan julukan Radheya yang berarti "putera Radha". Masa kecil Karna dipenuhi cinta dan kasih sayang dari kedua orang tua angkatnya. Dia bahkan mencintai kedua orang tua angkatnya tersebut melebihi apapun.

Ketika beranjak dewasa, Karna tertarik dalam bidang militer. Dia pergi ke Hastinapura dan bertemu dengan Resi Drona yang juga melatih para Pandawa dan Kurawa. Karena mengetahui identitas Karna sebagai anak kusir, Drona menolak mengangkat Karna sebagai muridnya karena dia hanya melatih dari kasta Ksatria saja. Karna kemudian meminta tolong Dewa Surya untuk melatihnya. Karna belajar cara menggunakan senjata dengan mengumpulkan semua informasi pada siang hari. Pada malam hari, dia berlatih sendiri.

Sona, saudara Karna, mendapat kabar bahwa beberapa hari lalu Resi Drona melakukan tes memanah untuk muridnya. Arjuna adalah satu-satunya murid yang berhasil memanah burung tepat pada bagian mata. Setelah mendengar cerita dari Sona, Karna yakin bahwa dia bisa memanah kedua bola mata seekor burung dalam satu tembakan. Setiap malam, mereka berdua berlatih memanah dengan giat. Hingga akhrinya Karna meminta tolong Sona untuk meletakkan seekor burung di sebuah pohon yang tinggi. Dengan satu tembakan, Karna berhasil menusuk kedua mata burung tersebut.

Karna ingin mempelajari menggunakan senjata dewa dan dia mencari guru lain. Dia bertemu dengan Parasurama yang dahulunya adalah guru dari Drona dan Bhisma. Berbeda dengan Drona, Parasurama justru menolak mengangkat murid dari kasta Ksatria dan hanya mau menerima dari kasta Brahmana. Oleh karena itu, Karna menyamar menjadi kaum Brahmana. Karena mewarisi kekuatan ayahnya, Karna dapat menguasai setiap hal yang diajarkan Parasurama dalam waktu singkat. Karna lebih senang menggunakan senjata panah. Bahkan kemampuan memanahnya diakui Parasurama hampir setara dengannya.

 
Curse For Karna

Suatu siang, Parasurama ingin beristirahat dibawah pohon. Dia meminta Karna untuk mau memangkunya hingga tertidur. Tiba-tiba seekor lebah besar datang dan menyengat paha Karna. Karena tidak mau mengganggu gurunya, dia menahan sengatan lebah tersebut hingga berdarah. Ketika Parasurama bangun, dia terkejut melihat paha Karna berdarah. Hal itu menyadarkannya bahwa kemampuan menahan sakit dimiliki oleh kaum Ksatria. Karena merasa tertipu, Parasurama mengutuk Karna bahwa suatu hari nanti ketika terjadi pertarungan hidup dan mati melawan seorang musuh, Karna akan lupa tentang segala hal yang pernah diajarkan.

Karna menjelaskan semuanya dan identitasnya bahwa dia hanya anak seorang kusir. Parasurama merasa menyesal namun kutukannya tidak dapat dihilangkan. Karena Parasurama kagum dengan kesaktian Karna, akhirnya dia menganugerahi senjata suci bernama Bargawastra lengkap dengan busur panah bernama Wijaya.

Karna juga mendapat kutukan lain. Suatu hari dia berlatih memanah di dekat padepokan Parasurama. Tanpa sengaja, panah yang dia lesatkan mengenai seekor sapi sampai mati. Ternyata sapi yang mati itu adalah milik seorang Brahmana miskin yang kehidupannya bergantung pada sapi tersebut. Karena merasa marah, Brahmana tersebut mengutuk Karna bahwa suatu saat nanti dia akan tewas dengan cara yang sama seperti sapinya.

 
The True Friendship

Resi Drona menyelenggarakan sebuah turnamen di Hastinapura. Dalam turnamen tersebut, Arjuna tampil sebagai murid yang paling menonjol, terutama dalam memanah. Karna yang melihat turnamen tersebut, muncul dan menantang Arjuna dengan memamerkan kesaktiannya. Kunti tiba-tiba pingsan menyadari bahwa pemuda tersebut adalah putranya yang dibuang. Dia mengenalinya dari anting dan pusaka yang dipakainya sejak bayi. Resi Krepa selaku pendeta istana meminta Karna untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu karena hanya para kaum sederajat saja yang boleh menantang para pangeran Kurukshetra. Oleh karena syarat tersebut, Karna pun tertunduk malu.

Duryodana, putra tertua Kurawa, turun dan membela Karna agar dia dapat berduel dengan Arjuna. Dia menjelaskan kepada publik bahwa kesaktian dan kekuatan tidak harus dimiliki oleh kaum Ksatria saja. Namun peraturan tersebut sudah ditetapkan dari awal. Duryodana kemudian meminta ayahnya untuk mengangkat Karna menjadi raja di Angga. Drestarasta yang sangat sayang kepada putra tertuanya tersebut, tidak bisa menolaknya. Pada saat itu juga Karna dinobatkan sebagai raja Angga. Karna yang merasa terharu bertanya hal apa yang dapat dia berikan atas kemurahan hati Duryodana. Duryodana menjelaskan bahwa dia hanya menginginkan persahabatan.

Persahabatan diantara Karna dan Duryodana sangat erat. Bahkan Karna membantu Duryodana untuk mendapatkan putri Citranggada. Karna rela melakukan apapun demi kehormatan sahabatnya tersebut. Bahkan Duryodana sudah menganggap Karna sebagai saudara sendiri.

Setelah pindah ke istana Angga, Karna membuat sumpah bahwa siapapun yang datang meminta sesuatu kepadanya, terutama ketika dia sedang memuja Dewa Surya, maka mereka pasti tidak akan pulang dengan tangan hampa.

 
Drupadi and Revenge

Ada sebuah sayembara digelar di Kerajaan Pancala yang berhadiah putri Drupadi. Sayembara berupa lomba memanah boneka ikan dengan panah pusaka kerajaan. Namun dengan syarat peserta tidak boleh melihat target secara langsung, melainkan melihat pantulan dari sebuah baskom yang diisi minyak. Jangankan melesatkan anak panah, tidak ada seorang pesertapun yang mampu mengangkat busur panah pusaka kerajaan.

Duryodana dan Karna datang ke sayembara. Duryodana maju namun gagal seketika karena dia tidak sanggup mengangkat busur tersebut. Melihat kegagalan sahabatnya, Karna ingin ikut serta. Dengan bangganya dia berhasil mengangkat busur pusaka dan bersiap membidik sasaran. Tiba-tiba Drupadi menghentikan sayembara karena takut apabila Karna berhasil memenangkan sayembara. Drupadi di depan umum menyatakan bahwa dia tidak sudi menikahi anak kusir. Karna yang merasa dipermalukan mengatakan bahwa Drupadi adalah wanita sombong yang nantinya akan menjadi perawan tua karena tidak ada seorangpun yang bisa memenangkan sayembara tersebut selain Karna.

Sang raja merasa takut dengan ucapan Karna sehingga dia menggelar sayembara baru dengan peraturan tidak harus kaum Ksatria yang boleh mengikutinya. Saat itu Arjuna yang menyamar sebagai kaum Brahmana mengikuti sayembara dan memenangkannya.

Beberapa lama sesudah Pandawa membangun Indraprastha, mereka ditantang judi dadu oleh Kurawa. Dengan licik, Kurawa berhasil mengalahkan para Pandawa bahkan kemerdekaan mereka dan Drupadi pun dirampas. Melihat hal itu, Karna mengejek Drupadi bahwa seorang wanita yang memiliki banyak suami tidak lebih dari seorang pelacur. Mendengar hal tersbeut, Arjuna bersumpah bahwa kelak dia akan membunuh Karna.


Karna

Pra-Bharatayudha

Karna pernah mendapat kutkan lain saat berusaha menolong seorang anak. Saat itu Karna berkeliling Kerajaan Angga untuk melihat keadaan rakyatnya. Dia bertemu dengan seorang anak yang menangis karena minyak samin miliknya, tumpah. Karna turun dan bertanya kepada anak itu. Dia menjelaskan bahwa pasti akan dimarahi ibu tirinya karena kurang berhati-hati membawa minyak samin tersebut. Karna menjanjikan bahwa dia akan membelikan minyak samin baru. Namun anak itu menolak pemberian Karna. Karena merasa kasihan, Karna mengambil minyak yang tumpah dengan tangannya dan memerasnya sehingga minyak dapat tersaring. Tiba-tiba terdengar suara jeritan seorang wanita. Karna membuka tangannya dan menyadari bahwa yang berteriak tadi adalah Dewi Bumi. Karena merasa disakiti, Dewi Bumi mengutuk bahwa suatu hari dalam pertempuran nanti, kereta Karna akan terperosok kedalam lumpur.

Demi membantu Duryodana menguasai dunia, Karna membawa sejumlah pasukan dan berkeliling untuk mencari aliansi dengan kerajaan lain. Apabila ditolak, maka kerajaan tersebut akan berperang melawannya. Dalam beberapa lama, Hastinapura berhasil menjalin aliansi dengan banyak kerajaan berkat Karna.

Dewa Indra selaku ayah Arjuna, mengetahui bahwa armor dan anting yang dipakai Karna membuatnya kebal senjata. Suatu hari, dia menyamar sebagai resi tua dan mendatangi Karna untuk meminta baju perang dan anting pusaka Karna. Walaupun sebelumnya Karna sudah diingatkan oleh Dewa Surya mengenai rencana Dewa Indra, namun Karna sudah pernah mengucapkan sumpah bahwa dia akan menolong siapapun yang meminta bantuan kepadanya. Karna melepaskan anting suci dan mengiris armor emas yang sudah melekat di tubuhnya sejak bayi, kemudian memberikannya kepada sang resi tua. Kagum dengan ketulusan hati Karna, Indra menampakkan wujudnya dan memberikan sebuah pusaka dewa bernama Vasavi Shakti atau Konta. Konta adalah tombak petir berkekuatan tinggi dan hanya bisa dipakai satu kali.
(NOTES: mirip dengan konsep petir dewa Zeus dari mitologi Yunani)

Setelah negosiasi pedamaian antara Pandawa dan Kurawa gagal, Sri Kresna datang menemui Karna. Dia menjelaskan identitas Karna yang sesungguhnya. Kresna menawarkan apabila Karna bersedia bergabung dengan Pandawa, dia yakin bahwa adiknya akan menyerahkan takhta kerajaan kepada Karna. Namun Karna menolak mengingat kebaikan sahabat baiknya, Duryodana. Dia bersikeras untuk menjadikan Duryodana sebagai penguasa.

Hari peperangan semakin dekat. Kunti akhirnya menemui Karna dan menjelaskan semuanya secara langsung. Pertemuan yang mengharukan ini terjadi dengan tangis yang pilu. Kunti meminta Karna untuk memanggilnya "ibu" dan mengajaknya bergabung dengan Pandawa. Namun Karna menolaknya. Seandainya pada saat turnamen Kunti mengatakan semuanya, mungkin hasilnya tidak seperti ini. Karna sudah terlanjur berjanji kepada sahabat baiknya. Demi menghormati Kunti, Karna berjanji bahwa dia tidak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna.

 
The Bharatayuda and Death of Karna

Sebelum perang dimulai, Duryodana meminta Bhisma agar Karna mendampinginya dalam perang. Namun Bhisma menolak Karna dengan alasan kesombongan yang dimiliki Karna. Sebenarnya Bhisma melakukan hal ini karena tahu hal yang sebenarnya. Bhisma tidak ingin Karna berperang melawan adik-adik kandungnya sendiri. Bagaimanapun juga akhirnya Karna menggantikan Bhisma pada hari ke-11 setelah kekalahan Bhisma.

Pada hari ke-13, Kurawa berhasil membongkar strategi Pandawa yang mengakibatkan kematian Abimanyu, putra Arjuna. Dalam hal ini, Karna dan Duryodana berperan banyak dalam pembunuhan Abimanyu.

Pada hari ke-14, pertempuran berlanjut hingga malam hari. Gatotkaca yang sejatinya setengah raksasa, putra dari Bima, berhasil membantai banyak pasukan Kurawa. Karena pada malam hari, bangsa raksasa cenderung memiliki kekuatan lebih tinggi. Duryodana dan Karna menghampiri Gatotkaca dan bertarung. Resi Drona dan Duryodana terluka parah akibat serangan Gatotkaca. Dia memohon kepada Karna untuk menggunakan pusaka Konta miliknya. Awalnya Karna berniat menggunakan Konta untuk membunuh Arjuna, namun karena keadaan semakin memburuk, akhirnya dia memenuhi keinginan sahabatnya. Gatotkaca dan Karna bertarung sengit yang membuat para prajurit tercengang. Akhirnya Karna mengeluarkan Konta dan melemparkannya ke arah Gatotkaca yang menewaskannya dengan seketika.

Pada hari ke-16, Karna berhasil mengalahkan Yudhistira, Bima, Nakula dan Sadewa, tapi tidak membunuh mereka. Karna meminta Salya (kusir kuda) untuk membawanya ke arah Arjuna. Karna menembakkan panah saktinya ke arah Arjuna, namun berhasil diselamatkan oleh Sri Kresna. Arjuna membalasnya dengan melesatkan semua anak panah yang dia miliki, namun berhasil dihalau. Karna menembakkan lebih banyak anak panah sehingga membuat Arjuna kewalahan. Tiba dipenghujung hari, Karna mengampuni nyawa Arjuna karena mereka menghormati kode etik peperangan.

Pada hari ke-17, duel antara Karna dan Arjuna berlanjut. Mereka sama-sama menggunakan panah terbaiknya dalam bertarung. Karna sempat beberapa kali memutuskan tali busur panah Arjuna, namun selalu saja Arjuna dapat memperbaikinya dengan cepat. Tiba-tiba, roda kereta yang dipakai Karna terperosok kedalam lumpur. Karna turun dan berusaha mengangkat keretanya. Dia lupa bahwa sebenarnya masih memiliki senjata pusaka mematikan. Karna meminta Arjuna untuk menunggunya sebentar. Namun Kresna menghasut Arjuna untuk melupakan kode etik dan membunuh Karna. Akhirnya dengan serbuan anak panah Arjuna, Karna terluka parah dan tewas.

Kamis, 06 Februari 2014

Utara dan Wratsangka Rabi

Prabu Tasikraja dari negara tasikretna menyarankan sehubungan dengan musnanya putrinya Dewi Tirtawati, maka untuk itu perlu diundangkan adanya sayembara, kepada siapa saja yang menemukannya, akan dijodohkan dengan sang Dewi. Prabu Abiyasa dari negara Astina, menerima kedatangan resi Narada yang menyampaikan pesan Hyang Girinata kepadanya dimintakan bantuannya untuk mengawinkan raden Utara dan wratsangka putera-putera dari negara Wirata. Demikian pula Prabu Abiyasa menerima kedatangan raden Wratsangka tak lain emnceritakan lolosnya raden Utara, untuk itu prabu Abiyasa diminta bantuannya untuk menemukan kembali, dan berangkatlah untuk mencarinya. Bertemulah merejka ditengah hutan...
Teruskan membaca..

Sucitra (Prabu Drupada)

   Raden Sucitra asal dari Atasangin (seberang), datang ke negeri Cempalareja. Pada waktu raja Cempalareja, Prabu Gandabayu mengadakan perlombaan adu tenaga melawan Gandamana dengan perjanjian siapa yang mengalahkan Gandamana, akan mendapat putri Prabu Gandabayu bernama Dewi Gandawati, masuklah Raden Sucitra ke gelanggang itu. Perang tanding adu tenaga itu sangat ramai. Setelah Sucitra hampir akan kalah oleh Gandamana, Pandu datang membantu dengan kesaktiannya hingga Gandamana dapat dikalahkan. Sucitra mendapat puteri yang dijanjikan itu dan ia diangkat sebagai raja muda di Cempalareja, bernama Prabu Anom Drupada. Kemudian ia bertahta sebagai- raja di Cempalareja. Raden...
Teruskan membaca..

Ugrasena Rabi

 Syahdan bertitahlah Hyang Girinata kepada Hyang Narada, mencari Raden Arya Ugrasena, tak lain Kahyangan Suralaya terancam bahaya, Prabu Garbaruci raja Paranggubarja, mohon jodoh bidadari Dewi Wresini, jika tak diluluskan permintaannya, kahyangan akan dihancurkan. Hyang Narada segera turun ke bumi mendapatkan Raden Arya Ugrasena, yang kala itu ditengah hutan, sedang merenungi nasibnya, lolos dari negara Mandura, kepadanya dimintakan untuk kimpoi dari kakandanya Prabu Basudewa, tetapi enggan menurutinya. Tak lupa, oleh Hyang Narada dijelaskan segala maksud Hyang Girinata, raden Arya Ugrasena menyanggupkan diri, demikian pula Prabu Pandudewanata, yang semula menemukan Raden...
Teruskan membaca..

Kangsa Lahir

Raja Darmaji berusaha mencari mahkota Bathara Rama, lalu pergi ke kerajaan Dwarawati. Ketika raja Darmaji datang, raja Dwarawati, Ditya Kresna sedang dihadap oleh Patih Muksamuka, Murkabumi, Muksala, Karungkala dan Gelapsara. Ditya Kresna menyapa dan bertanya maksud kedatangan Darmaji. Raja Darmaji meminta mahkota Bathara Rama yang dipakai Ditya Kresna. Namun Ditya Kresna tidak mau memberikannya, maka terjadilah perkelahian. Raja Darmaji mati karena digigit, dan putus perutnya. Angsawati, isteri pertama Basudewa, cemburu akibat kehadiran Ugraini dan Badraini. Ia berusaha membunuh mereka namun gagal. Pada suatu malam Angsawati bertemu dengan raja Gorawangsa yang menyamar sebagai...
Teruskan membaca..

Basudewa Rabi

Pada suatu hari pangeran Mandura yakni Basudewa menghilang dari keraton. Pandu yang berada di Astina mendengar berita itu, maka ia pergi mencarinya ditemani Semar, Nala Gareng dan Petruk. Sementara Basudewa berada di tengah hutan sedang bersemasi (bertapa) tiba-tiba Begawan Kawita dari Maendra datang dan meminta pertolongan kepada Basudewa karena pertapaannya dirusak oleh hewan yang dipimpin seekor gajah. Basudewa segera bangun dari semadinya dan ia menolong Begawan Kawita segera membunuh hewan-hewan yang merusak pertapaan. Setelah hewan-hewan terbunuh munculah dua dewa yang memerintahkan agar Basudewa sayembara perang yang diadakan Dipasudya untuk mendapatkan Dewi Maerah putri...
Teruskan membaca..

Sri Maha Punggung

Raden Sadana, di Dukuh Medhangagung, dengan dihadap oleh pengasuhnya: kyai buyut Tuwa, kyai empu Cukat, dan kyai Wayungyang, sedang menerima kedatangan kakandanya, Dewi Sri. Berkatalah Dewi Sri, Duhai, dinda Srisadana, istana Medhangkamulan kutinggalkan, sebab ayahanda Srimahapunggung murka kepadaku, karena menolak kehendak beliau akan mengawinkan aku dengan dengan prabu Pulagra dari kerajaan Medhangkumuwung. Memang sudah menjadi tekadku, tidak akan melayani priya, jika sekiranya tidak sebanding dengan keadaan dinda sendiri. Selanjutnya juga diberitahukan bahwa prajurit-prajurit dari Medhangkumuwung masih mengejarnya, untuk itu kepada Srisadana diperintahkan untuk bersiap-siap...
Teruskan membaca..

Sri Wisnu Krama

Sang Hyang Pramesti Guru, akan mengawinkan Batara Wisnu dengan Dewi Pratiwi, putri Batara Ekawara dari Kahyangan Ekapratala. Untuk melaksanakan niat tersebut Batara Guru mengutus Batara Narada untuk menjemput Dewi Pratiwi. Namun ternyata Dewi Pratiwi menolak jemputan itu karena ia mempunyai permintaan atau syarat, ia hanya akan kimpoi dengan pria yang dapat membawakan bunga Wijayakusuma. Sementara itu pada suatu malam Endang Sumarsi putri Begawan Kesawasidi dari Pertapaan Argajati – bermimpi kimpoi dengan Batara Wisnu. Pagi harinya ia minta kepada ayahnya agar mencarikannya orang yang menjadi idamannya itu. Sang Begawan menuruti permintaan putrinya, pergi mencari. Tak berapa...
Teruskan membaca..

Ruwatan dan Kisah Murwakala

OLEH : MAWAN SUGANDA Mengapa ada orang yang harus diruwat? Sejau apakah kepentingan upcara tersebut? Bagaimana asal-usulnya…? Di Jawa, ada banyak jenis upacara yang sedikit banyak berhubungan denagn kepercayaan. Yang sumbernya berasal dari jaman sebelum agama Islam mempengaruhi kebudayaan Jawa. Satu diantaranya yang dapat dikatakan penting di dalam kehidupan orang Jawa, terutama pada waktu yang lampau, ialah ucapaya Ruwat atau juga disebut Ruwatan. Menurut keyakinan orang Jawa dahulu banyak sekali hal atau peristiwa yang akan dapat mendatangkan malapetaka, apabila tidak menghiraukan dan berikhtiar secara khusus. Maka agar dapat terhindar dari bencana yang setiap saat bisa terjadi,...
Teruskan membaca..
Jumat, 08 November 2013

Mikukuhan

   Di negara Purwacarita, juga disebut Medhangkamulan, prabu Dremamikukukan berkata kepada patih Jakapuring, ” Wahai para abdi Medhangkamulan, Hyang Narada telah berkenan memberikan segala biji tumbuh-tumbuhan, atas perintah beliau, hendaknya biji-biji tumbuh-tumbuhan tersebut, dapat ditanam dan disebarluaskan di seluruh pelosok desa-desa,” patih Jakapuring segera memohon diri untuk mengerjakan perintah raja. Syahdan, semua tanaman telah tumbuh baik, banyak gangguan datang, burung-burung memakan tanaman, segera dihalau dan dibunuh kalau merusak tanaman, demikian pula binatang-binatang datang pula mengganggunya, tapi tak segan-segan dihalau pula binatang perusak itu. Hyang...
Teruskan membaca..

Mumpuni

Seorang yang bertubuh tinggi besar, dengan tatapan mata tajam dan jarang berkedip. Seorang yang dilahirkan dari keturunan para dewa, yang telah digariskan bahwa dia terlahir sebagai sosok yang sangat dingin, tanpa hati dan perasaan. Dan karena sifat asli itulah, maka Sang Batara Guru menganugerahinya dengan seorang istri bidadari yang cantik cantik jelita, keturunan para dewa pula. Dewi Mumpuni, itulah nama sang bidadari yang kini menjadi istri tercintanya. Namun hati tak dapat dipaksakan, dan anggukan di kepala hanya sebuah ungkapan tanda bakti dan hormat kepada orang tua, sehingga Dewi Mumupuni bersedia menjadi istri sang lelaki gagah perkasa itu. Dalamnya laut dapat diduga, namun...
Teruskan membaca..

Watugunung

   Prabu Watugunung seorang raja di Gilingwesi. Menurut riwayatnya, ia seorang putera, raja Prabu Palindriya, tetapi waktu ia masih dalam kandungan, ibunya, yang bernama Dewi Sinta, meninggalkan istana karena dimadu dengan saudaranya sendiri. Dalam perjalanan di tengah rimba, Dewi Sinta bersalin seorang anak laki-laki dan diberi nama Raden Wudug. Suatu kali waktu Raden Wudug masih kanak-kanak ia dimarahi oleh ibunya dan kepalanya dipukulnya dengan centong hingga luka. Karena itu Raden Wudug meninggalkan ibunya dan berganti nama Radite. Kemudian Raden Radite berhasil menyadi raja di Gilingwesi, karena kesaktiannya, dan bergelar Prabu Watugunung dan berpermaisuri dengan...
Teruskan membaca..

Eufemisme dan Werkudoro

Werkudoro adalah sosok pahlawan dalam dunia wayang kulit yang aneh: ia tidak memiliki postur tubuh seorang ksatria pada umumnya, seperti postur tubuh Harjuna misalnya, tapi berpostur tubuh raksasa: tinggi besar, dengan suara menggelegar. Yang juga menarik dari watak Werkudoro adalah: dia tidak bisa menggunakan bahasa Jawa yang halus, yang sangat ketat dalam hal tata krama dan unggah-ungguh. Dia hanya bisa menggunakan bahasa Jawa ngoko, yaitu bahasa Jawa kasar, bahasa Jawa dari tingkatannya yang paling rendah. Tapi Werkudoro inilah, yang tidak pandai menggunakan bahasa dengan halus, yang menjadi pralambang kejujuran dalam dunia wayang kulit. Dia adalah sosok yang jujur dan...
Teruskan membaca..

Ngelmu Kyai Petruk

   Berbeda dengan filsafat Barat, yang berakar dari filsafat Yunani (Socrates dkk.), filsafat Jawa tidak mau bersusah payah untuk berusaha menemukan apa kiranya ‘unsur zat terkecil yang tidak bisa dibagi lagi yang membentuk suatu benda’. Bagi orang Jawa semua itu adalah urusan dan pekerjaan ‘Sing Ngecet Lombok’. Bukan tugas manusia memikirkannya. Jika Plato setelah melalui pemikiran yang mendalam akhirnya memiliki keyakinan bahwa: terdapat kuda sempurna di alam kekal yang menjadi blue-print dari kuda-kuda yang ada dan kita lihat sekarang, maka bagi orang Jawa: yang penting adalah bagaimana merawat kuda dengan baik. Dan untuk menjadi seorang kusir dokar yang terampil kita...
Teruskan membaca..

Samba Ngengleng

  Di kerajaan Dwarawati, prabu Kresna menerima kedatangan raja Mandura prabu Baladewa, menghadap pula raden satyaka, da raden Setyaki. Sang raja membicarakan dengan prabu Baladewa perihal lolosnya putera mahkota Dwarawati raden Samba, kepada kakandanya ialah prabu Baladewa, dibebankannya untuk menemukan dan membawanya kembali ke kerajaan Dwarawati, di mana kabar mencaritakan raden samba berada di gadamadana, dan disanggupi. Pula, raja mengutus raden setyaka untuk pergi ke praja Madukara, menyerahkan permasalahannya kepada raden Janaka. Manakala raja kembali bertemu dengan permaisuri Dewi setyaboma, Dewi Jembawati dan Dewi rukmini di kraton, masanggrahlah prabu Baladewa di...
Teruskan membaca..

Jatagini

DEWI JATAGINI berwujud raseksi. Ia istri Prabu Jatagempol, raja raksasa negara Guwabarong. Karena ketekunannya bertapa, ia menjadi sangat sakti. Berwatak kejam, bengis dan pendedam. Bersama suaminya, Prabu Jatagempol, Dewi Jatagini menyerang negara Amarta. Ia ingin membinasakan keluarga Pandawa, sebagai upaya balas dendam atas kematian leluhurnya, Prabu Kalasasradewa, raja negara Guwamiring yang tewas dalam peperangan melawan Prabu Pandu di nergara Mandura. Dalam pertempuran tersebut, Prabu Jatagempol mati oleh Arjuna. Dewi Jatagini kembali ke negara Guwabarong dan mendidik putra tunggalnya Kalaserenggi dengan berbagai ilmu kesaktian. Setelah Kalasernggi dewasa, Jatagini menyuruh...
Teruskan membaca..